Amunsal
Beberapa waktu setelah laboratorium sekolahnya kebakaran, Amunsal menangis, takberhenti tangisnya itu dan diakuinya bahwa tempat itu satu-satunya yang bisa ia gunakan untuk berduaan dengan Kamila. Tidak ada lagi tempat lain, Kamila berpikir sama mengenai itu dan sekarang Kamila dirawat di rumah sakit juga. Ada berita Kamila di laboratorium itu melakukan hal yang tidak bisa ia ataupun masyarakat percaya. Gadis itu membuat sesuatu yang dirahasiakan polisi sampai kini di laboratorium sekolah. Dikatakan wajahnya rusak terbakar dan harus diamputasi bagian tangannya.
Amunsal tidak masuk sekolah di hari kebakaran terjadi. Di hari sebelumnya, sakit misterius itu kambuh lagi. Sakit misterius yang dianggap orang sesuai kejadian yang sama sebagai ‘kiriman’ atau upaya orang yang sakit hati, tubuh Amunsal khususnya bagian perut mengeluarkan banyak kawat dan lempengan kecil seng, selalu seperti itu jika mendekati pertengahan tahun.
Keluarganya, seperti biasa dalam paniknya. Mereka membawanya ke rumah sakit dan Amunsal hanya bisa menunggu operasi perutnya yang berulang-ulang itu. Kali ini yang kelima kali. Pertama kali ia mengalami kesakitan di kulit perut dan meninggalkan tumbuhnya benda-benda aneh itu sampai bulan keenam berakhir. Kali ini Amunsal dibawa oleh kerabat ayahnya yakni paman dari pihak ayahnya ke luar negeri.
Bagaimana dengan Kamila? Hari ini adalah hari ketujuh setelah operasi besar berakhir. Para dokter masih belum menemukan penyebab yang terjadi pada diri Amunsal. Takpelak, sekarang ia berada di Singapura dan Kamila kini di Jakarta. Ia mendengar berita kebakaran seminggu setelah operasi. Kejadian kebakaran terjadi setelah ia menikmati waktu berdua dengan Kamila saat Kamila sibuk dengan pekerjaan sambilannya sebagai asisten pengelola laboratorium yang ia ambil untuk bisa selalu berada di sana setiap waktu.
"Aku suka bereksperimen dengan bejana-bejana ini, Sal. Entah kenapa, mungkin karena aku selalu terpesona dengan ledakan." Suatu ketika, Amunsal mendengar Kamila berkata tentang itu.
"Apa yang kamu suka, Sal?"
Amunsal suka jika ia menemukan sebab penyakitnya tanpa bantuan dokter dan tidak harus berobat jauh-jauh ke luar negeri. Amunsal menyukai Kamila, tapi ia masih berada di usia sekolah dan takmungkin baginya mencintai Kamila dengan rahasia di tubuhnya yang belum kunjung reda sakit dan keanehannya.
Kamila tidak menyangkal kedekatannya. Bahkan ia tidak pernah menolak untuk ditemani jika sampai menginap di laboratorium. "Amunsal bisa kupercaya, karena tidak seperti anak laki-laki lain yang hanya ingin saja berpacaran di benak mereka."
Kalimat-kalimat itu jadi gigau, setiap malamnya seperti yang diceritakan kakaknya yang bersama pamannya menemani di rumah sakit Singapura. Amunsal sering demam dan panas dingin. Kemudian setelah itu kawat-kawat dan lempengan demi lempengan kembali muncul. “Ya Tuhan apa yang terjadi padaku!” Pekiknya setelah menemukan keadaannya seperti itu kembali di pagi hari.
Seharusnya hal ini tidak lagi terjadi sahut pamannya. Pada seluruh kerabat ia bercerita, kondisi Amunsal menjadi lebih parah. Tapi ia bangga pada keponakannya itu, dalam kondisi sedemikian masih bisa berdoa dan shalat lima waktu. Bahkan berkomunikasi dengan teman-teman sekolahnya mengenai pendidikannya.
Hal yang luar biasa, mendengar ada teman-temannya dirawat juga di rumah sakit, kepeduliannya seperti membangkitkan energi tersendiri. Ia bercerita tentang orang yang ia sukai di sekolah, Kamila, gadis itu katanya diamputasi bagian tubuhnya dan akan mengalami kebutaan permanen. Pada pamannya itu, ia suka mencuri-curi waktu dengan alasan apapun untuk bisa dekat dengannya.
Barangkali itulah kesalahannya. Bukannya dalam keyakinan tidak diperbolehkan dua orang lain jenis, laki-laki dan perempuan berdekatan sangat dekat. Apalagi di malam hari dan di tempat sepi kecuali kalau dia sudah menikah. Amunsal dinasehati pamannya mengenai itu, ia menyesalkan kegiatan keponakannya itu.
Diceritakan pula, Kamila seperti yang telah diketahui pamannya dari berita, melakukan perakitan bom. Dia menurut kepolisian berdasarkan penyelidikan terkait dengan aktivitas terorisme dan perampokan bermotor. Amunsal makin terkesiap takpercaya. Ia bertanya pada pamannya, tentang penyakitnya, ia juga mengetahui berita yang sama tentang orang-orang yang mengalami penyakit yang serupa.
“Berserah dirilah saja Sal, jangan berpikir banyak hal yang aneh-aneh. Tuhan melarang kita untuk berprasangka buruk atau mendekatkan diri kita kepada hal-hal yang berbau mensekutukan keberadaan-Nya dengan hal atau benda lain.” Sahut pamannya. Pamannya takmengetahui apapun mengenai sejarahnya mengenai penyakit itu diderita keponakannya.
Pamannya adalah orang yang membiayai seluruh pengobatannya semenjak ayahnya taklagi mampu mendukungnya. Ayahnya punya banyak anak, Amunsal anak kelima dan biaya rumah sakit sangatlah membebaninya. Hanya saja, Amunsal merasa pamannya menyembunyikan sesuatu. Sebab kisah tentang dirinya tidak sejelas yang bisa ia pahami. Dia bercerita tentang keluarga dan asal usul ayahnya yang ternyata anak angkat. Namun pamannya tidak bercerita lebih panjang tentang keluarga dari ayah Amunsal yang sebenarnya.
Ia cukup diberitahu ayahnya adalah anak angkat. Amunsal tidak bisa bertanya lebih lagi. Hanya saja Amunsal memahami penderitaan ayahnya, memiliki anak yang banyak sudah jadi masalah ditambah dengan kehidupan anak-anaknya. Ada yang sakit, masalah pendidikan, perilaku dan banyak lagi. Mengenai hal itu sungguh mengganggu sekali, dipastikan olehnya sebagai anak bungsu.
“Jika aku sembuh nanti, aku akan memberikan yang terbaik untuk ayah kelak, paman.”
Pamannya tersenyum. “Begitu, yang semangat.”
Operasi akan diulang, untuk yang kedua kalinya di tahun yang terakhir ini. Amunsal juga ditemui seorang paranormal yang diizinkan oleh keluarganya menemui. Paranormal itu mengetahui apa yang telah terjadi padanya melalui teman-temannya yang mengunggah perawatannya di rumah sakit.
Kakaknya yang selalu membantunya mengabadikan setiap kejadian di rumah sakit selama ini memasukan berita apapun di internet. Berbagi dengan keluarga dan teman-teman di tanah air untuk meminta dukungan kesembuhan adiknya. Amunsal merasa itu cukup memberinya semangat untuk terus bertahan. Kamila juga memperhatikannya di Indonesia, sekarang dengan mata yang takbisa melihat dan lengannya yang putus ia masih bisa mendapat informasi mengenai Amunsal dari suara-suara audio di internet dan telepon.
Karya : Gunawan Suryana
Email : nielstoner@gmail.com
Amunsal tidak masuk sekolah di hari kebakaran terjadi. Di hari sebelumnya, sakit misterius itu kambuh lagi. Sakit misterius yang dianggap orang sesuai kejadian yang sama sebagai ‘kiriman’ atau upaya orang yang sakit hati, tubuh Amunsal khususnya bagian perut mengeluarkan banyak kawat dan lempengan kecil seng, selalu seperti itu jika mendekati pertengahan tahun.
Keluarganya, seperti biasa dalam paniknya. Mereka membawanya ke rumah sakit dan Amunsal hanya bisa menunggu operasi perutnya yang berulang-ulang itu. Kali ini yang kelima kali. Pertama kali ia mengalami kesakitan di kulit perut dan meninggalkan tumbuhnya benda-benda aneh itu sampai bulan keenam berakhir. Kali ini Amunsal dibawa oleh kerabat ayahnya yakni paman dari pihak ayahnya ke luar negeri.
Bagaimana dengan Kamila? Hari ini adalah hari ketujuh setelah operasi besar berakhir. Para dokter masih belum menemukan penyebab yang terjadi pada diri Amunsal. Takpelak, sekarang ia berada di Singapura dan Kamila kini di Jakarta. Ia mendengar berita kebakaran seminggu setelah operasi. Kejadian kebakaran terjadi setelah ia menikmati waktu berdua dengan Kamila saat Kamila sibuk dengan pekerjaan sambilannya sebagai asisten pengelola laboratorium yang ia ambil untuk bisa selalu berada di sana setiap waktu.
"Aku suka bereksperimen dengan bejana-bejana ini, Sal. Entah kenapa, mungkin karena aku selalu terpesona dengan ledakan." Suatu ketika, Amunsal mendengar Kamila berkata tentang itu.
"Apa yang kamu suka, Sal?"
Amunsal suka jika ia menemukan sebab penyakitnya tanpa bantuan dokter dan tidak harus berobat jauh-jauh ke luar negeri. Amunsal menyukai Kamila, tapi ia masih berada di usia sekolah dan takmungkin baginya mencintai Kamila dengan rahasia di tubuhnya yang belum kunjung reda sakit dan keanehannya.
Kamila tidak menyangkal kedekatannya. Bahkan ia tidak pernah menolak untuk ditemani jika sampai menginap di laboratorium. "Amunsal bisa kupercaya, karena tidak seperti anak laki-laki lain yang hanya ingin saja berpacaran di benak mereka."
Kalimat-kalimat itu jadi gigau, setiap malamnya seperti yang diceritakan kakaknya yang bersama pamannya menemani di rumah sakit Singapura. Amunsal sering demam dan panas dingin. Kemudian setelah itu kawat-kawat dan lempengan demi lempengan kembali muncul. “Ya Tuhan apa yang terjadi padaku!” Pekiknya setelah menemukan keadaannya seperti itu kembali di pagi hari.
Seharusnya hal ini tidak lagi terjadi sahut pamannya. Pada seluruh kerabat ia bercerita, kondisi Amunsal menjadi lebih parah. Tapi ia bangga pada keponakannya itu, dalam kondisi sedemikian masih bisa berdoa dan shalat lima waktu. Bahkan berkomunikasi dengan teman-teman sekolahnya mengenai pendidikannya.
Hal yang luar biasa, mendengar ada teman-temannya dirawat juga di rumah sakit, kepeduliannya seperti membangkitkan energi tersendiri. Ia bercerita tentang orang yang ia sukai di sekolah, Kamila, gadis itu katanya diamputasi bagian tubuhnya dan akan mengalami kebutaan permanen. Pada pamannya itu, ia suka mencuri-curi waktu dengan alasan apapun untuk bisa dekat dengannya.
Barangkali itulah kesalahannya. Bukannya dalam keyakinan tidak diperbolehkan dua orang lain jenis, laki-laki dan perempuan berdekatan sangat dekat. Apalagi di malam hari dan di tempat sepi kecuali kalau dia sudah menikah. Amunsal dinasehati pamannya mengenai itu, ia menyesalkan kegiatan keponakannya itu.
Diceritakan pula, Kamila seperti yang telah diketahui pamannya dari berita, melakukan perakitan bom. Dia menurut kepolisian berdasarkan penyelidikan terkait dengan aktivitas terorisme dan perampokan bermotor. Amunsal makin terkesiap takpercaya. Ia bertanya pada pamannya, tentang penyakitnya, ia juga mengetahui berita yang sama tentang orang-orang yang mengalami penyakit yang serupa.
“Berserah dirilah saja Sal, jangan berpikir banyak hal yang aneh-aneh. Tuhan melarang kita untuk berprasangka buruk atau mendekatkan diri kita kepada hal-hal yang berbau mensekutukan keberadaan-Nya dengan hal atau benda lain.” Sahut pamannya. Pamannya takmengetahui apapun mengenai sejarahnya mengenai penyakit itu diderita keponakannya.
Pamannya adalah orang yang membiayai seluruh pengobatannya semenjak ayahnya taklagi mampu mendukungnya. Ayahnya punya banyak anak, Amunsal anak kelima dan biaya rumah sakit sangatlah membebaninya. Hanya saja, Amunsal merasa pamannya menyembunyikan sesuatu. Sebab kisah tentang dirinya tidak sejelas yang bisa ia pahami. Dia bercerita tentang keluarga dan asal usul ayahnya yang ternyata anak angkat. Namun pamannya tidak bercerita lebih panjang tentang keluarga dari ayah Amunsal yang sebenarnya.
Ia cukup diberitahu ayahnya adalah anak angkat. Amunsal tidak bisa bertanya lebih lagi. Hanya saja Amunsal memahami penderitaan ayahnya, memiliki anak yang banyak sudah jadi masalah ditambah dengan kehidupan anak-anaknya. Ada yang sakit, masalah pendidikan, perilaku dan banyak lagi. Mengenai hal itu sungguh mengganggu sekali, dipastikan olehnya sebagai anak bungsu.
“Jika aku sembuh nanti, aku akan memberikan yang terbaik untuk ayah kelak, paman.”
Pamannya tersenyum. “Begitu, yang semangat.”
Operasi akan diulang, untuk yang kedua kalinya di tahun yang terakhir ini. Amunsal juga ditemui seorang paranormal yang diizinkan oleh keluarganya menemui. Paranormal itu mengetahui apa yang telah terjadi padanya melalui teman-temannya yang mengunggah perawatannya di rumah sakit.
Kakaknya yang selalu membantunya mengabadikan setiap kejadian di rumah sakit selama ini memasukan berita apapun di internet. Berbagi dengan keluarga dan teman-teman di tanah air untuk meminta dukungan kesembuhan adiknya. Amunsal merasa itu cukup memberinya semangat untuk terus bertahan. Kamila juga memperhatikannya di Indonesia, sekarang dengan mata yang takbisa melihat dan lengannya yang putus ia masih bisa mendapat informasi mengenai Amunsal dari suara-suara audio di internet dan telepon.
Karya : Gunawan Suryana
Email : nielstoner@gmail.com