Cerpen Karangan: Wahyu
Dan pada akhirnya aku jatuh cinta pada kamu. Mendadak aku terperanjat setelah pengakuan dirimu akan siapa mantanmu. Aku tidak mempermasalahkan siapa dia, tetapi nama itu berhasil juga membuat aku terperanjat dan mencekatkan kerongkonganku. Aku tak mempermasalahkan masalalumu atau siapapun, karena masa lalu adalah milik kamu, dan aku pun mempunyai masa lalu yang tak elaknya sama sepertimu (mungkin) lebih parah dari pada kisahmu. Intuinsiku berbicara, tak semudah ini kamu mencintaiku. ada apa sebenarnya ini? Aku memiliki peka yang tak bisa aku pungkiri, terkadang firasatku melahirkan perkiraan yang terbukti benar. “ya aku menginginkanmu karena aku ingin membalas dendam, aku memiliki dendam yang teramat dalam. Mila merebut deden dariku, dan aku tau kamu itu deket dengan mila, bahkan dia sempat menjadi pacarmu!, dan tanpa kamu sadar Radya dan caca sahabat kamu dan juga sahabatku juga adalah mata-mataku, mereka yang memperkenalkan aku denganmu, bukan karena ide mereka, tapi semua karena pikiranku saat itu yang begitu mendendam, oh iya, aku yang memaksa radya untuk mengajak kamu chat di inbox fb tempo hari”. Pantas saja kamu tau tentang aku secara mendetail. batinku. sepenggal kalimat yang membuatku terdiam cukup lama untuk memulihkan keterjutanku. Aku akui, aku pun mempunyai rasa yang sama dengan kamu, rasa saling memanfaatkan, aku akui itu. Kamu yang ingin membalas dendam dan aku yang ingin move on. Dan kita saling memanfaatkan
Dan sekarang aku benar-benar mencintaimu, aku telah mengakui kesalahanku yang telah menutupi kisahku yang terdahulu, tapi demi apapun gak ada niat untuk melukaimu. Aku mencintaimu itu saja!!. Kamu pun berlalu, membuang mukamu ketika aku berusaha untuk menjelaskan tepatnya membela diri untuk kesekian kalinya aku berusaha untuk menutupi, bukan untuk menutupi tapi melupakan kisahku yang telah berlalu, seakan-akan aku adalah terdakwa, tak pernah benar semua yang aku utarakan, dan kamu berlalu tanpa memandang diriku yang telah kau siram dengan beribu hujatan. Sekali lagi aku diam, aku menunduk sesaat untuk menyesali kelakuanku. Aku mengejarmu, lalu memelukmu dari belakang, dan tanpa kita sadari kita telah terhanyut dalam buaian senja pantai itu, kamu mendadak melunak, berbalik arah dan memelukku erat, “aku cinta kamu yuyu, jangan pernah kamu menyembunyikan apapun dari aku!! Aku gak suka!!! Dan sekali lagi kamu memelukku dengan erat, dan yang dapat aku artikan dari pelukanmu adalah, jangan pernah pergi dariku, iya? semoga saja iya. Yaaa! Aku yakin aku telah jatuh cinta. Kita telah jatuh cinta bahkan melebihi dari rasa jatuh cinta. Dan saat itu aku meyakinkan aku hanya untukmu, tidak ada lagi cinta yang rumit seperti sebelumnya ataupun cinta yang seperti ini lagi, tidak ada lagi pengganggu, yang sebelumnya mantanmu dan mantanku silih berganti membayangi di setiap romansa kita, mereka hanya cemburu dengan kita, ya hanya sebatas cemburu”.
“Aku gak setuju kamu pergi jauh dariku, dan gak akan pernah mengijinkan kamu untuk pergi, kamanapun itu, mengerti!, dan aku tidak menerima any reason!!! Cukup jelas kalimatku untuk ukuran sarjana sepertimu bukan?!! kalimatmu sungguh membuatku gagu, aku hanya menenangkanmu dalam pelukku, aku hanya ingin buatmu bahagia kia, untuk kedepanya kita, agar aku memiliki power di depan mata keluargamu, aku ingin membelikanmu sebuah rumah, bahkan mobil atau apapun itu. Aku akan dibelikan rumah oleh ayahku, setelah aku lulus kuliah, jadi kamu gak perlu khawatir”. Kamu melanjutkan pembicaraan di sela isak tangismu, “tapi kia, ak…” “jangan bicara lagi, atau kamu bisa memilih, kamu pergi atau kita udahan saja?, its simple kamu terlalu jauh dariku, dan aku gak suka, seminggu saja aku gak melihatmu sudah membuatku mati gila, apa lagi ini, 3 tahun? what the… ohhh god!!! Nonsence, aku gak setuju, apapun alasanmu!”, “walapun untuk membahagiakan kamu? Untuk masa depan kita?” Timpalku. “Sebelum menjadi masa depan, jika kamu pergi, AKU DAN KAMU SUDAH MENJADI MASA LALU!” Hardikmu tajam. Lagi-lagi aku hanya bisa terdiam di sela isak tangismu yang menjadi-jadi. “Apa orangtuamu tau tentang aku ki? Apa mereka setuju kamu hidup denganku? Aku takut kehilngan kamu, aku takut kamu bakal dijodohkan seperti kakakmu Putri, aku takut kamu akan dijodohkan”, “AKU BISA MENOLAK ITU!!!! Aku sudah besar, aku tau caraku menentukan hidupku sendiri”, “tapi”, muachhh kamu mencium bibirku dengan mesra, kamu melunak. “kamu jangan khawatir sayang, aku hanya untukmu”, lalu kamu memelukku sangat erat, dan hujan deras mengiringi laku kita pada sore itu.
Ini yang aku takutkan ki, perjodohan keparat itu berlangsung juga kan?, kamu tidak mampu menatap mataku ketika kamu menyampaikan rencana orangtuamu, kamu hanya bisa menangis dan terus menangis, apa ini karena iman kita yang berbeda kita telah dijauhkan?, telah dipaksa menjauh? Apa mereka tidak sadar, kita sudah sangat jauh, dan sekarang dipaksa harus menjauh sejauh mungkin?, aku hanya bisa menahan sedih dan amarahku, karena aku gak ingin terlihat lemah di matamu, aku ingin kuat disaat kamu lemah, aku hanya bisa menghangatkanmu lewat pelukanku (untuk terakhir kalinya). Menggandengmu untuk terakhir kalinya di senja itu membuatku semakin yakin, ill be losing you,
Kamu tau, aku telah meninnglkan setengah hatiku di sebelah hatimu,
Apa kamu menyadarinya?
Apa kamu bisa merasakannya?
Aku memilih untuk menunduk, untuk tidak melihat kamu
Karena aku yakin, sekali lagi aku melihatmu,
Maka aku akan membawamu pergi bersamaku
—
Aku masih seperti yang dulu, hanya saja sedikit lebih tertutup dan masih suka dengan fotografi, traveling, dan duduk menyendiri di tepian pantai, masih menikmati rutinitas seperti yang sudah-sudah, mengenang kembali kekasih yang aku tinggal pergi, entahlah aku gamang saat itu. Aku atau dia yang sebenarnya meninggalkanku, setahuku kita sama-sama pergi.
Aku melihat seorang wanita dewasa duduk menyendiri di ujung sana, terlihat melamun, tatapannya kosong, aku mendekatinya. “Apa yang kamu lakukan disini?” lalu wanita itu menoleh menatapku. hening. “kemana saja kamu? 15 tahun aku menunggumu disini, di setiap 22 September aku menantimu!!”, matanya bersorot kerinduan yang teramat menyiksa, tubuhnya lunglai lemas, kusam, bahkan lebih kurus tirus, seperti tidak terurus lagi, akan tetapi masih tersiratkan kecantikan di antara sejuta raut penantiannya. Aku memeluk wanita yang bernama kian yang pernah dulu menjadi kekasihku (entah saat ini apa) tubuhnya pasrah rebah dalam pelukanku, aku tersayat-sayat menyaksikan wajah kekasihku, dengan gemetar bibirku berucap, “dimana suamimu kia?” “bodoh!!, aku tak pernah menerima perjodohan itu”, tatapanmu memudar karena air mata sudah berlomba-lomba turun, “aku menentang perjodohan itu!!, orangtuaku akhirnya membatalkannya, dua bulan kemudian aku mencarimu ke Bali dan kamu sudah tidak berada disana, di negeri ini, kamu pergi tanpa pamit, tanpa apapun, kamu disappear, aku sendiri disini selalu menantimu di setiap tahunnya, aku selalu disini memantimu yu, selalu, berharap di sini aku bisa menemuimu lagi di taman kota jagatnatha ini, karena aku mencintaimu dengan atau tanpa kamu minta, dan aku akan menunggumu sampai kamu kembali”, dan saat itu air mataku menetes perlahan, maafkan aku ki, aku meninggalkanmu dengan beban seberat ini, “aku pikir dengan kepergianku, kamu tidak akan terbebani lagi, tidak akan ragu untuk menerima pinangan perjodohan itu, kamu tau siapa yang menjadi jodohmu itu? dia itu seorang dokter spesialis yang mapan dan juga menjadi sahabat sewaktu aku sma, aku memutuskan mengiklaskan kamu dengan dia, karena aku sadar siapa aku, karena aku bukan siapa-siapa, dan aku yakin kamu bahagia dengan dia”, “sudah bicaranya, sudah? kamu kemana saja selama ini?” “aku kerja ke jepang” jawabku “aku, aku, aku”, “cukup yu!!,” “apa kamu menemukan penggantiku yu?” “Tidak” “kamu tidak akan pernah tergantikan, oleh siapapun!” Kataku tegas, “lalu? Apa yang buat kamu ragu?” “Tidak ada” sahutku, “ini” kamu menjulurkan sebuah kertas lusuh
Kutitipkan seuntai rindu pada sang fajar,
ia selalu menepatinya,
kemudian ia menyempurnakan ketika
cahayanya ketika sang pecinta
menyambutnya di pertapaan timurnya
dengan sapaan embun pagi,
tak kiranya rumput hijau semakin jatuh cinta,
tak perlu warna, tak perlu warna, tak perlu menjadi apapun
untuk membuat rumput jatuh cinta pada embun, dan aku mengibaratkan embun itu adalah kamu
22 September 1999
“Coretan itu untuk kamu, 14 tahun silam ketika aku ingin mengabarkan pembatalan perjodohanku, dan kembali dalam pelukanmu, ketika aku tak mendapatkanmu aku menyimpannya untukkmu, aku bawa kemanapun aku pergi, dan sekarang aku menemukanmu disini, jangan kamu tinggalkan aku lagi, demi apapun itu!” Celotehmu lantang. Tak sampai hati aku melihat penderitaanmu ki, tetapi aku masih ragu, bukan ragu karena aku tak mencintaimu, cintaku dulu dan sekarang sama besarnya. Ada yang aku mau sampaikan kepadamu, “maafkan aku kia, aku gak bisa bersama kamu lagi, bukan karena ada seseorang, bukan karena aku tak cinta, tapi ini karena sesuatu yang amat sangat tidak wajar, aku ingin mengecupmu, aku ingin melakukan hal yang dulu pernah kita lakukan, tetapi ini sangat tidak bisa aku lakuakan sampai kapanpun, maafkan aku ki, aku mengidap HIV positif. Ketika aku memiliki harta yang cukup matang, aku tertimpa musibah, aku menabrak orang dan orang yang aku tolong tersebut ternyata mengidap AIDS aku terkena darahnya, dan 6 bulan lalu aku dinyatakan HIV positif. Maafkan aku kia, aku mencintaimu, tapi lagi-lagi aku tak bisa memilikimu. Maafkan aku kia, aku sungguh gak bisa hidup denganmu, kamu tau kondisiku kan? Aku seorang odha, dan aku tak pantas lagi dengan siapapun”, “sudah yu, kamu jangan bicara lagi, cukuuuuuppp!!!” Teriakmu, “aku mencintaimu, walaupun kamu menjadi debu!!! mengerti bodoh? Aku mencintaimu sungguh, seperti apapun kamu, aku akan di sisimu, karena aku telah berjanji pada diriku sendiri, jika aku menemukanmu lagi, aku ingin bersamamu, karena aku yakin kamu masih mencintaiku, dan tanpa kamu sadar, aku telah titipkan sebagian hatiku di dalam hatimu, dan yang harus kamu tau yu, mencintai itu adalah seperti fajar, yang selalu setia kepada waktu dan seperti embun yang tidak perlu aroma ataupun warna untuk membuat rumput setia mencintainya, dan seperti aku yang gak akan meninggalkanmu, meskipun kamu seperti ini”, lalu aku memeluk kekasihku, “maafkan aku sayang, aku sudah tidak pantas untukmu”. batinku.
3 bulan kemudian 10 desember 2012
Maaf, aku harus pergi ki,
Bukan karena aku tidak mencintaimu,tapi karena aku teramat mencintaimu, love you
yuyu
Dan pada akhirnya aku jatuh cinta pada kamu. Mendadak aku terperanjat setelah pengakuan dirimu akan siapa mantanmu. Aku tidak mempermasalahkan siapa dia, tetapi nama itu berhasil juga membuat aku terperanjat dan mencekatkan kerongkonganku. Aku tak mempermasalahkan masalalumu atau siapapun, karena masa lalu adalah milik kamu, dan aku pun mempunyai masa lalu yang tak elaknya sama sepertimu (mungkin) lebih parah dari pada kisahmu. Intuinsiku berbicara, tak semudah ini kamu mencintaiku. ada apa sebenarnya ini? Aku memiliki peka yang tak bisa aku pungkiri, terkadang firasatku melahirkan perkiraan yang terbukti benar. “ya aku menginginkanmu karena aku ingin membalas dendam, aku memiliki dendam yang teramat dalam. Mila merebut deden dariku, dan aku tau kamu itu deket dengan mila, bahkan dia sempat menjadi pacarmu!, dan tanpa kamu sadar Radya dan caca sahabat kamu dan juga sahabatku juga adalah mata-mataku, mereka yang memperkenalkan aku denganmu, bukan karena ide mereka, tapi semua karena pikiranku saat itu yang begitu mendendam, oh iya, aku yang memaksa radya untuk mengajak kamu chat di inbox fb tempo hari”. Pantas saja kamu tau tentang aku secara mendetail. batinku. sepenggal kalimat yang membuatku terdiam cukup lama untuk memulihkan keterjutanku. Aku akui, aku pun mempunyai rasa yang sama dengan kamu, rasa saling memanfaatkan, aku akui itu. Kamu yang ingin membalas dendam dan aku yang ingin move on. Dan kita saling memanfaatkan
Dan sekarang aku benar-benar mencintaimu, aku telah mengakui kesalahanku yang telah menutupi kisahku yang terdahulu, tapi demi apapun gak ada niat untuk melukaimu. Aku mencintaimu itu saja!!. Kamu pun berlalu, membuang mukamu ketika aku berusaha untuk menjelaskan tepatnya membela diri untuk kesekian kalinya aku berusaha untuk menutupi, bukan untuk menutupi tapi melupakan kisahku yang telah berlalu, seakan-akan aku adalah terdakwa, tak pernah benar semua yang aku utarakan, dan kamu berlalu tanpa memandang diriku yang telah kau siram dengan beribu hujatan. Sekali lagi aku diam, aku menunduk sesaat untuk menyesali kelakuanku. Aku mengejarmu, lalu memelukmu dari belakang, dan tanpa kita sadari kita telah terhanyut dalam buaian senja pantai itu, kamu mendadak melunak, berbalik arah dan memelukku erat, “aku cinta kamu yuyu, jangan pernah kamu menyembunyikan apapun dari aku!! Aku gak suka!!! Dan sekali lagi kamu memelukku dengan erat, dan yang dapat aku artikan dari pelukanmu adalah, jangan pernah pergi dariku, iya? semoga saja iya. Yaaa! Aku yakin aku telah jatuh cinta. Kita telah jatuh cinta bahkan melebihi dari rasa jatuh cinta. Dan saat itu aku meyakinkan aku hanya untukmu, tidak ada lagi cinta yang rumit seperti sebelumnya ataupun cinta yang seperti ini lagi, tidak ada lagi pengganggu, yang sebelumnya mantanmu dan mantanku silih berganti membayangi di setiap romansa kita, mereka hanya cemburu dengan kita, ya hanya sebatas cemburu”.
“Aku gak setuju kamu pergi jauh dariku, dan gak akan pernah mengijinkan kamu untuk pergi, kamanapun itu, mengerti!, dan aku tidak menerima any reason!!! Cukup jelas kalimatku untuk ukuran sarjana sepertimu bukan?!! kalimatmu sungguh membuatku gagu, aku hanya menenangkanmu dalam pelukku, aku hanya ingin buatmu bahagia kia, untuk kedepanya kita, agar aku memiliki power di depan mata keluargamu, aku ingin membelikanmu sebuah rumah, bahkan mobil atau apapun itu. Aku akan dibelikan rumah oleh ayahku, setelah aku lulus kuliah, jadi kamu gak perlu khawatir”. Kamu melanjutkan pembicaraan di sela isak tangismu, “tapi kia, ak…” “jangan bicara lagi, atau kamu bisa memilih, kamu pergi atau kita udahan saja?, its simple kamu terlalu jauh dariku, dan aku gak suka, seminggu saja aku gak melihatmu sudah membuatku mati gila, apa lagi ini, 3 tahun? what the… ohhh god!!! Nonsence, aku gak setuju, apapun alasanmu!”, “walapun untuk membahagiakan kamu? Untuk masa depan kita?” Timpalku. “Sebelum menjadi masa depan, jika kamu pergi, AKU DAN KAMU SUDAH MENJADI MASA LALU!” Hardikmu tajam. Lagi-lagi aku hanya bisa terdiam di sela isak tangismu yang menjadi-jadi. “Apa orangtuamu tau tentang aku ki? Apa mereka setuju kamu hidup denganku? Aku takut kehilngan kamu, aku takut kamu bakal dijodohkan seperti kakakmu Putri, aku takut kamu akan dijodohkan”, “AKU BISA MENOLAK ITU!!!! Aku sudah besar, aku tau caraku menentukan hidupku sendiri”, “tapi”, muachhh kamu mencium bibirku dengan mesra, kamu melunak. “kamu jangan khawatir sayang, aku hanya untukmu”, lalu kamu memelukku sangat erat, dan hujan deras mengiringi laku kita pada sore itu.
Ini yang aku takutkan ki, perjodohan keparat itu berlangsung juga kan?, kamu tidak mampu menatap mataku ketika kamu menyampaikan rencana orangtuamu, kamu hanya bisa menangis dan terus menangis, apa ini karena iman kita yang berbeda kita telah dijauhkan?, telah dipaksa menjauh? Apa mereka tidak sadar, kita sudah sangat jauh, dan sekarang dipaksa harus menjauh sejauh mungkin?, aku hanya bisa menahan sedih dan amarahku, karena aku gak ingin terlihat lemah di matamu, aku ingin kuat disaat kamu lemah, aku hanya bisa menghangatkanmu lewat pelukanku (untuk terakhir kalinya). Menggandengmu untuk terakhir kalinya di senja itu membuatku semakin yakin, ill be losing you,
Kamu tau, aku telah meninnglkan setengah hatiku di sebelah hatimu,
Apa kamu menyadarinya?
Apa kamu bisa merasakannya?
Aku memilih untuk menunduk, untuk tidak melihat kamu
Karena aku yakin, sekali lagi aku melihatmu,
Maka aku akan membawamu pergi bersamaku
—
Aku masih seperti yang dulu, hanya saja sedikit lebih tertutup dan masih suka dengan fotografi, traveling, dan duduk menyendiri di tepian pantai, masih menikmati rutinitas seperti yang sudah-sudah, mengenang kembali kekasih yang aku tinggal pergi, entahlah aku gamang saat itu. Aku atau dia yang sebenarnya meninggalkanku, setahuku kita sama-sama pergi.
Aku melihat seorang wanita dewasa duduk menyendiri di ujung sana, terlihat melamun, tatapannya kosong, aku mendekatinya. “Apa yang kamu lakukan disini?” lalu wanita itu menoleh menatapku. hening. “kemana saja kamu? 15 tahun aku menunggumu disini, di setiap 22 September aku menantimu!!”, matanya bersorot kerinduan yang teramat menyiksa, tubuhnya lunglai lemas, kusam, bahkan lebih kurus tirus, seperti tidak terurus lagi, akan tetapi masih tersiratkan kecantikan di antara sejuta raut penantiannya. Aku memeluk wanita yang bernama kian yang pernah dulu menjadi kekasihku (entah saat ini apa) tubuhnya pasrah rebah dalam pelukanku, aku tersayat-sayat menyaksikan wajah kekasihku, dengan gemetar bibirku berucap, “dimana suamimu kia?” “bodoh!!, aku tak pernah menerima perjodohan itu”, tatapanmu memudar karena air mata sudah berlomba-lomba turun, “aku menentang perjodohan itu!!, orangtuaku akhirnya membatalkannya, dua bulan kemudian aku mencarimu ke Bali dan kamu sudah tidak berada disana, di negeri ini, kamu pergi tanpa pamit, tanpa apapun, kamu disappear, aku sendiri disini selalu menantimu di setiap tahunnya, aku selalu disini memantimu yu, selalu, berharap di sini aku bisa menemuimu lagi di taman kota jagatnatha ini, karena aku mencintaimu dengan atau tanpa kamu minta, dan aku akan menunggumu sampai kamu kembali”, dan saat itu air mataku menetes perlahan, maafkan aku ki, aku meninggalkanmu dengan beban seberat ini, “aku pikir dengan kepergianku, kamu tidak akan terbebani lagi, tidak akan ragu untuk menerima pinangan perjodohan itu, kamu tau siapa yang menjadi jodohmu itu? dia itu seorang dokter spesialis yang mapan dan juga menjadi sahabat sewaktu aku sma, aku memutuskan mengiklaskan kamu dengan dia, karena aku sadar siapa aku, karena aku bukan siapa-siapa, dan aku yakin kamu bahagia dengan dia”, “sudah bicaranya, sudah? kamu kemana saja selama ini?” “aku kerja ke jepang” jawabku “aku, aku, aku”, “cukup yu!!,” “apa kamu menemukan penggantiku yu?” “Tidak” “kamu tidak akan pernah tergantikan, oleh siapapun!” Kataku tegas, “lalu? Apa yang buat kamu ragu?” “Tidak ada” sahutku, “ini” kamu menjulurkan sebuah kertas lusuh
Kutitipkan seuntai rindu pada sang fajar,
ia selalu menepatinya,
kemudian ia menyempurnakan ketika
cahayanya ketika sang pecinta
menyambutnya di pertapaan timurnya
dengan sapaan embun pagi,
tak kiranya rumput hijau semakin jatuh cinta,
tak perlu warna, tak perlu warna, tak perlu menjadi apapun
untuk membuat rumput jatuh cinta pada embun, dan aku mengibaratkan embun itu adalah kamu
22 September 1999
“Coretan itu untuk kamu, 14 tahun silam ketika aku ingin mengabarkan pembatalan perjodohanku, dan kembali dalam pelukanmu, ketika aku tak mendapatkanmu aku menyimpannya untukkmu, aku bawa kemanapun aku pergi, dan sekarang aku menemukanmu disini, jangan kamu tinggalkan aku lagi, demi apapun itu!” Celotehmu lantang. Tak sampai hati aku melihat penderitaanmu ki, tetapi aku masih ragu, bukan ragu karena aku tak mencintaimu, cintaku dulu dan sekarang sama besarnya. Ada yang aku mau sampaikan kepadamu, “maafkan aku kia, aku gak bisa bersama kamu lagi, bukan karena ada seseorang, bukan karena aku tak cinta, tapi ini karena sesuatu yang amat sangat tidak wajar, aku ingin mengecupmu, aku ingin melakukan hal yang dulu pernah kita lakukan, tetapi ini sangat tidak bisa aku lakuakan sampai kapanpun, maafkan aku ki, aku mengidap HIV positif. Ketika aku memiliki harta yang cukup matang, aku tertimpa musibah, aku menabrak orang dan orang yang aku tolong tersebut ternyata mengidap AIDS aku terkena darahnya, dan 6 bulan lalu aku dinyatakan HIV positif. Maafkan aku kia, aku mencintaimu, tapi lagi-lagi aku tak bisa memilikimu. Maafkan aku kia, aku sungguh gak bisa hidup denganmu, kamu tau kondisiku kan? Aku seorang odha, dan aku tak pantas lagi dengan siapapun”, “sudah yu, kamu jangan bicara lagi, cukuuuuuppp!!!” Teriakmu, “aku mencintaimu, walaupun kamu menjadi debu!!! mengerti bodoh? Aku mencintaimu sungguh, seperti apapun kamu, aku akan di sisimu, karena aku telah berjanji pada diriku sendiri, jika aku menemukanmu lagi, aku ingin bersamamu, karena aku yakin kamu masih mencintaiku, dan tanpa kamu sadar, aku telah titipkan sebagian hatiku di dalam hatimu, dan yang harus kamu tau yu, mencintai itu adalah seperti fajar, yang selalu setia kepada waktu dan seperti embun yang tidak perlu aroma ataupun warna untuk membuat rumput setia mencintainya, dan seperti aku yang gak akan meninggalkanmu, meskipun kamu seperti ini”, lalu aku memeluk kekasihku, “maafkan aku sayang, aku sudah tidak pantas untukmu”. batinku.
3 bulan kemudian 10 desember 2012
Maaf, aku harus pergi ki,
Bukan karena aku tidak mencintaimu,tapi karena aku teramat mencintaimu, love you
yuyu
Labels:
Cerpen Cinta
Thanks for reading Pada Akhirnya Kita Saling Mencintai Tanpa Bisa Memiliki. Please share...!