Cerpen Karangan : Enggar Widianingrum
Fattan adalah seorang pemuda dari keluarga sederhana, berparas tampan dan lemah lembut. Dia berhasil memasuki sekolah tingkat atas yang tergolong elite dengan beasiswa. Kini Dia duduk di kelas 2 SMA jurusan IPA bersama teman dekatnya yaitu Oka seorang pemuda dari keluarga ekonomi menengah atas. Kelas 2 melukiskan warna dalam hidupnya karena di masa inilah cerita cinta pertama menghampiri lembaran hari-hari yang Dia lewati.
Awalnya Fattan tak menduga merasakan hal yang teman-teman seumurannya rasakan apalagi kalau bukan cinta, perasaan yang pertama kali Dia rasakan dalam hidupnya. Pertemuan dengan Dinda, anak terpopuler serta primadona di sekolah telah membuat hidupnya berwarna.
Perkenalannya dengan Dinda bermula saat pelajaran olah raga lari jarak jauh yang berjarak ± 10 KM melewati rute yang sudah ditentukan guru olah raga. Saat itu, Dia berlari jauh dari ketiga temannya seperti Oka, Efri dan Dino.
Tak disangka di tengah-tengah perjalanan Dia dikejutkan dengan suara teman satu kelasnya Dinda yang berteriak meminta tolong. Dia menghampiri Dinda yang terjatuh karena terserempet mobil Kijang Innova berkecepatan tinggi. Melihat itu, Dia mencoba mencari pertolongan.
“tolong… tolong!” teriak Fattan panik.
Orang-orang di sekitar tempat kejadian menghampiri Mereka dan mencarikan kendaraan untuk mengantar mereka ke sekolah. Fattan dan Dinda menaiki mobil pick up milik warga untuk kembali ke sekolah mereka.
Sesampainya di sekolah, Pak Beno guru olah raga beserta teman lainnya membawa Dinda ke UKS karena luka yang diderita tak begitu parah hanya lecet-lecet saja. Setelah luka Dinda selesai diobati, Fattan meminta izin untuk meninggalkannya di UKS. Dia merasa canggung berada di sekitar cewek-cewek populer.
“Din.. gue keluar dulu ya? Mau ganti pakaian, gue harap Lu bisa cepet sembuh” ucap Fattan gugup sebelum meninggalkan Dinda.
“iya nggak apa-apa kok. thanks ya, tadi dah nolongin gue.” Balas Dinda seraya tersenyum menatap Fattan.
Mendengar itu, teman-teman Dinda meledeknya dengan berbagai kata salah satunya yang selalu Dia ingat.
“ciye… ciye… perhatian banget sich? Jangan-jangan ada cinta dalam hati. Siapa tahu kalian berdua bisa pacaran kan cinta datang dari mana saja dan kapan saja” ledek Septi teman dekat Dinda yang merupakan bagian dari genk populer.
“Lu, bisa aja Sep. Kan gue Cuma nolongin Dinda aja, masa iya sampe segitunya.” Kata Fattan tersipu malu mendengarnya.
“iya nih, Septi lebay banget.” Balas Dinda.
“gue nggak lebay kok, emang bener dari tatap mata kalian ada yang aneh. Seperti ada rahasia rasa yang tersimpan.” Ucap Septi meyakinkan Fattan dan Dinda.
“udah… udah, nggak usah ngaco lagi Sep, kasihan tuh Fattan yang nggak jadi keluar-keluar.” Sahut Ikhda yang sedang asik memainkan handphonenya.
Semenjak kejadian itu, Dinda sering mengajak Fattan bermain ke rumahnya dan selalu berkomunikasi baik melalui handphone atau jejaring sosial lainnya. Kedekatan inilah yang membawa Fattan merasakan perasaan yang selayaknya anak muda rasakan apalagi kalau bukan cinta. Dia mulai merasakan hal yang berbeda dalam diri dan hatinya bahkan tiap detik bayangan Dinda hadir menghantuinya.
“kenapa ya? Kalau dideket Dinda, gue selalu ngrasa ada yang mengganjal, apa ini yang dibilang cinta” gerutunya dalam hati sambil berbaring di tempat tidur.
“oh inikah cinta, rasanya cinta terasa bahagia saat jumpa dengan dirinya.” Spontan Fattan menyanyikan sedikit lirik lagu.
Suatu pagi Fattan menemui Oka, Dia berniat curhat tentang perasaan yang semakin hari makin menyiksa diri. Ditemuinya Oka di ruang perpustakaan, disana Fattan memulai ceritanya dari awal sampai akhir.
Tanpa diduga ternyata Oka memberi semangat serta meyakinkan Fattan agar Dia berani mengungkapkan itu semua pada Dinda. Akhirnya Fattan memutuskan untuk mengungkapkan perasaannya pada Dinda di lapangan basket setelah pulang ekstrakurikuler.
Fattan mengirimkan pesan singkat melalui HP ke Dinda yang berisi Dia ingin bertemu dengannya nanti sore di lapangan basket sepulang ekstrakurikuler. Tak terasa waktu yang dinanti pun tiba, pikiran Fattan menjadi kacau balau jantungnya berdegub tak beraturan menanti kedatangan Dinda. Dia dikejutkan suara lembut dari belakangnya yaitu suara Dinda.
“bengong aja. Maaf, lama tadi ada urusan bentar. Btw Lu mau ngomong apa sich? Kelihatannya serius banget?” sapa Dinda berdiri di dekatnya.
“ya gak apa-apa telat bentar ini. Gue emang mau ngomong serius bahkan lebih dari serius” ucap Fattan sedikit bergurau.
“ya udah ngomong aja gue dengerin kok” balas dinda jadi penasaran.
Spontan Fattan memegang tangan Dinda, Dia mulai mengatur nafas untuk memulai pembicaraannya.
“Din… gue mungkin salah memiliki rasa ini dan gue bukanlah sosok sempurna seperti yang Lu inginkan tapi rasa ini bila dipendam semakin menyiksa diri. Hari ini disini gue mau jujur tentang perasaan ini. Lu, mau nggak jadi penguasa hati gue sekaligus pacar pertama?” ungkap Fattan penuh kesungguhan dan harap cintanya bisa terbalas.
“Tan… cinta itu terlahir untuk siapa saja tanpa kecuali. Cinta mengalir tanpa kita duga. Jujur selama ini gue juga memendam rasa yang sama buat Lu. gue juga ingin Lu jadi pacar pertamaku” ungkap dinda berseri-seri.
Sejak saat itu, Fattan dan Dinda resmi berpacaran namun hubungan mereka berjalan rahasia (back Street) tanpa ada satu pun orangtua mereka tahu.
Hari terus berganti, kisah demi kisah terangkai mengisi perjalanan cinta mereka. Hubungan cinta mereka telah berjalan 8 bulan sampai akhirnya mereka naik kelas 3 SMA.
Kelas 3 SMA, masa yang perlu kekonsentrasian menuju Ujian Nasional dan di masa inilah cinta Fattan mendapat badai dari orang ke tiga serta ke dua orangtua Dinda. Pertemuan Dinda dengan siswa baru yang bernama Bagus yang ternyata teman SMP-nya membuat kisah cintanya dengan Fattan di ambang pintu kehancuran.
Bagus siswa baru yang ternyata menyimpan perasaan pada Dinda mencoba menghancurkan hubungan cintanya dengan Fattan. Bagus merasa dirinya lebih pantas menjadi pacar Dinda dibandingkan Fattan.
Sepulang sekolah ketika Fattan dan Dinda sedang asyik mengobrol tiba-tiba Bagus menghampiri mereka.
“kelihatannya lagi asyik nih. Kenalin nama gue bagus anak kelas 3 IPS 2, gue temen SMP Dinda. Kebetulan rumah gue ama Dinda berdekatan. Kalau gue boleh tahu Lu siapanya Dinda?” seraya mengulurkan tangan.
“gue Fattan pacarnya Dinda” menyambut uluran tangan Bagus.
“oh… Lu cowoknya Dinda.” Jawab Bagus ketus. Rasanya tak percaya Dinda bisa jatuh hati pada cowok yang tak sederajat dengannya.
Mendengar itu, hati Bagus seperti tercabik-cabik, sirna sudah harapan bisa bersama Dinda sosok yang sejak dulu Dia impikan. Merasa tak bisa menerima kenyataan Bagus meninggalkan Dinda dan Fattan.
Di rumah, Bagus memutar otaknya mencari jalan untuk memisahkan Dinda dengan Fattan. Tanpa disangka terbersit ucapan Om Hendra ayah Dinda yang mengatakan anaknya belum memiliki pacar, Bagus berpikir kalau hubungan Dinda dan Fattan berjalan backstreet dan berencana membongkar itu semua.
Sore itu, Bagus menemui Ayah Dinda di rumahnya. Kebetulan sore itu Dinda belum pulang sekolah. Kesempatan ini tak disia-siakan Bagus untuk membongkar hubungan Dinda dan Fattan dengan harapan cintanya bisa terbalas.
“selamat sore om, maaf ganggu waktu om” sapa Bagus dengan sopan.
“santai saja Gus, kebetulan om juga nggak sibuk. Oh ya, ada apa? Mau mencari Dinda ya?” jawab Om Hendra seraya meledek Bagus
“om ini bisa saja, saya tidak mencari Dinda Om, tapi saya mau bercerita sesuatu yang pasti om kaget mendengarnya”
“sesuatu? Apa maksudmu Gus?” bertanya-tanya.
“begini om, om pasti belum tahu kalau anak om yang bernama Dinda sudah memikili pacar”
“pacar? Ah.. kamu pasti bercanda Gus. Kalau kamu memang benar, sejak kapan Dinda berpacaran dan siapa pacarnya?”
“sampai detik ini sudah 10 bulan lah om, pacarnya bernama Fattan, dia tergolong siswa dari golongan bawah di sekolah kami” cerita Bagus dengan penuh antusias.
“apa? Dinda pacaran? Berani sekali Dia membohongi ayahnya sendiri.” Kata Om Hendra kesal mendengarnya.
Om Hendra merasa tak percaya kalau anak kesayangannya tega membohonginya. Melihat ekspresi Om Hendra, Bagus merasa puas Dia pamit pulang karena takut Dinda mengetahui aksinya.
Malam itu ketika semua anggota keluarga berkumpul di ruang tengah, Om Hendra memulai pembicaraannya. Dia mengutarakan rasa kecewanya pada Dinda dan meminta Dinda untuk menyudahi hubungannya dengan Fattan jika tidak Dia akan dipindah sekolah.
Keesokan harinya, Dinda mengajak Fattan ke taman sekolah disana Dia menceritakan semua perkataan ayahnya. Teriris hati rasanya mendengar itu semua. Sambil mengusap air matanya, Fattan mencoba menegarkan hatinya.
“sudah, mungkin apa yang dibilang ayahmu memang benar. Kita masih muda cinta kita mereka pandang cinta monyet dan status sosial kita jauh berbeda, mungkin ayahmu ingin yang terbaik untukmu. Aku bisa terima itu” kata Fattan menegarkan hati yang mulai teriris perih.
“lalu kamu memilih untuk menyudahi ini semua? Semudah itukah Tan? Apa kamu tak berfikir untuk memperjuangkan cinta kita?” balas Dinda kecewa dengan perkataan Fattan yang seolah-olah tak memperdulikannya.
“takkan mudah melupakan apa yang sudah kita lalui. Tapi mungkinkah ayahmu mau menerima keadaanku?” ucap Fattan pasrah, ekspresinya berubah dingin.
“apa salahnya kamu mencoba bicara baik-baik dengan ayahku meski akhirnya tak seperti yang kita inginkan” kata Dinda mendesak Fattan yang terlihat pasrah menerima semua ini.
“oke kalo itu mau kamu, aku akan coba lakuin itu.” balas Fattan menenangkan hati Dinda.
Sepulang sekolah, Fattan memberanikan diri mengunjungi rumah Dinda, Dia bermaksud menemui Ayah Dinda untuk mengatakan yang sebenarnya terjadi. Sesampainya disana Fattan tidak mendapat perlakuan yang menyenangkan dari Om Hendra.
Pembicaraannya dengan Om Hendra tak membuahkan hasil yang baik, Om Hendra tetap teguh pada pendiriaannya dan meminta Fattan tidak melanjutkan hubungannya, alasannya memang bukan materi tapi usia mereka yang belum sepantasnya berpacaran. Entah apa maksud yang disembunyikan Om Hendra mungkin ini cara yang halus untuk meminta Fattan putus dengan anaknya.
Singkat cerita, keesokan harinya Fattan menemui Dinda di taman kota, mereka sudah berjanji akan bertemu disana. Perasaan Fattan menjadi biru waktu itu, Dia tak menyangka cinta pertamanya akan kandas seperti ini.
Di bangku taman, Fattan dan Dinda saling berhadapan dengan perasaan sedih dan tak menentu bercampur menjadi satu. Setelah menarik nafas panjang Fattan memulai pembicaraannya.
“Din… apa yang dikatakan ayahmu benar, kita masih muda mungkin belum saatnya kita menjalin cinta yang sebenarnya apalagi kita sudah beranjak kelas 3, kita harus mementingkan sekolah. Mungkin hubungan kita memang harus diakhiri tapi yakinlah jika kita memang berjodoh tentu kita akan dipertemukan kembali di lain hari nanti” ucap Fattan merendah seraya menatap tajam Dinda yang tak kuasa menahan air matanya.
“Tan… memang masa depan kita masih panjang tak mungkin kita hancurkan masa depan itu dengan masalah yang mungkin bisa menggangu kita di sekolah. Meski sebenarnya aku belum bisa menerima kenyataan ini, tapi aku juga nggak mau jadi anak durhaka, aku terima keputusanmu tuk mengakhiri hubungan ini. Mungkin suatu hari nanti kita bisa bersatu kembali” jawab Dinda terisak-isak menahan pilu.
Setelah peristiwa itu, hubungan Fattan dan Dinda hanya sebatas teman biasa. Mereka tak menyimpan rasa sedih yang berkepanjangan dan menjalani hari-hari mereka seperti biasa. Usaha Bagus untuk mengambil hati Dinda pun sia-sia karena Dia telah menutup pintu hatinya.
Suatu pagi, saat Bagus dan Dinda berangkat bersama ke sekolah. Bagus mencoba-coba mencari jalan untuk mengambil hati Dinda.
“Din… Lu nggak ada niat cari cowok baru lagi? Lagian mau sampe kapan Lu menjomblo? Gue juga mau jadi pengganti Fattan di hati Lu kok” rayu Bagus dengan lemah lembut.
“nggak ah, Gus. Gue mau konsen ke ujian aja, gue juga belum ada niat cari cowok baru, makasih buat tawaran Lu, tapi gue belum tertarik” pergi meninggalkan Bagus.
“ah.. sial. kenapa sih Lu nggak pernah bisa lupain Fattan? Apa coba yang menarik dari Dia” gerutu Bagus sendiri dengan rasa kecewa mendengar jawaban Dinda yang menolaknya.
Sejak saat itu pula Dinda maupun Fattan tak terlihat memiliki pasangan, mereka menjomblo hingga lulus SMA. Dalam hati mereka masih menyimpan rasa yang dulu pernah ada serta harapan bisa bersama lagi di lain hari.
Fattan adalah seorang pemuda dari keluarga sederhana, berparas tampan dan lemah lembut. Dia berhasil memasuki sekolah tingkat atas yang tergolong elite dengan beasiswa. Kini Dia duduk di kelas 2 SMA jurusan IPA bersama teman dekatnya yaitu Oka seorang pemuda dari keluarga ekonomi menengah atas. Kelas 2 melukiskan warna dalam hidupnya karena di masa inilah cerita cinta pertama menghampiri lembaran hari-hari yang Dia lewati.
Awalnya Fattan tak menduga merasakan hal yang teman-teman seumurannya rasakan apalagi kalau bukan cinta, perasaan yang pertama kali Dia rasakan dalam hidupnya. Pertemuan dengan Dinda, anak terpopuler serta primadona di sekolah telah membuat hidupnya berwarna.
Perkenalannya dengan Dinda bermula saat pelajaran olah raga lari jarak jauh yang berjarak ± 10 KM melewati rute yang sudah ditentukan guru olah raga. Saat itu, Dia berlari jauh dari ketiga temannya seperti Oka, Efri dan Dino.
Tak disangka di tengah-tengah perjalanan Dia dikejutkan dengan suara teman satu kelasnya Dinda yang berteriak meminta tolong. Dia menghampiri Dinda yang terjatuh karena terserempet mobil Kijang Innova berkecepatan tinggi. Melihat itu, Dia mencoba mencari pertolongan.
“tolong… tolong!” teriak Fattan panik.
Orang-orang di sekitar tempat kejadian menghampiri Mereka dan mencarikan kendaraan untuk mengantar mereka ke sekolah. Fattan dan Dinda menaiki mobil pick up milik warga untuk kembali ke sekolah mereka.
Sesampainya di sekolah, Pak Beno guru olah raga beserta teman lainnya membawa Dinda ke UKS karena luka yang diderita tak begitu parah hanya lecet-lecet saja. Setelah luka Dinda selesai diobati, Fattan meminta izin untuk meninggalkannya di UKS. Dia merasa canggung berada di sekitar cewek-cewek populer.
“Din.. gue keluar dulu ya? Mau ganti pakaian, gue harap Lu bisa cepet sembuh” ucap Fattan gugup sebelum meninggalkan Dinda.
“iya nggak apa-apa kok. thanks ya, tadi dah nolongin gue.” Balas Dinda seraya tersenyum menatap Fattan.
Mendengar itu, teman-teman Dinda meledeknya dengan berbagai kata salah satunya yang selalu Dia ingat.
“ciye… ciye… perhatian banget sich? Jangan-jangan ada cinta dalam hati. Siapa tahu kalian berdua bisa pacaran kan cinta datang dari mana saja dan kapan saja” ledek Septi teman dekat Dinda yang merupakan bagian dari genk populer.
“Lu, bisa aja Sep. Kan gue Cuma nolongin Dinda aja, masa iya sampe segitunya.” Kata Fattan tersipu malu mendengarnya.
“iya nih, Septi lebay banget.” Balas Dinda.
“gue nggak lebay kok, emang bener dari tatap mata kalian ada yang aneh. Seperti ada rahasia rasa yang tersimpan.” Ucap Septi meyakinkan Fattan dan Dinda.
“udah… udah, nggak usah ngaco lagi Sep, kasihan tuh Fattan yang nggak jadi keluar-keluar.” Sahut Ikhda yang sedang asik memainkan handphonenya.
Semenjak kejadian itu, Dinda sering mengajak Fattan bermain ke rumahnya dan selalu berkomunikasi baik melalui handphone atau jejaring sosial lainnya. Kedekatan inilah yang membawa Fattan merasakan perasaan yang selayaknya anak muda rasakan apalagi kalau bukan cinta. Dia mulai merasakan hal yang berbeda dalam diri dan hatinya bahkan tiap detik bayangan Dinda hadir menghantuinya.
“kenapa ya? Kalau dideket Dinda, gue selalu ngrasa ada yang mengganjal, apa ini yang dibilang cinta” gerutunya dalam hati sambil berbaring di tempat tidur.
“oh inikah cinta, rasanya cinta terasa bahagia saat jumpa dengan dirinya.” Spontan Fattan menyanyikan sedikit lirik lagu.
Suatu pagi Fattan menemui Oka, Dia berniat curhat tentang perasaan yang semakin hari makin menyiksa diri. Ditemuinya Oka di ruang perpustakaan, disana Fattan memulai ceritanya dari awal sampai akhir.
Tanpa diduga ternyata Oka memberi semangat serta meyakinkan Fattan agar Dia berani mengungkapkan itu semua pada Dinda. Akhirnya Fattan memutuskan untuk mengungkapkan perasaannya pada Dinda di lapangan basket setelah pulang ekstrakurikuler.
Fattan mengirimkan pesan singkat melalui HP ke Dinda yang berisi Dia ingin bertemu dengannya nanti sore di lapangan basket sepulang ekstrakurikuler. Tak terasa waktu yang dinanti pun tiba, pikiran Fattan menjadi kacau balau jantungnya berdegub tak beraturan menanti kedatangan Dinda. Dia dikejutkan suara lembut dari belakangnya yaitu suara Dinda.
“bengong aja. Maaf, lama tadi ada urusan bentar. Btw Lu mau ngomong apa sich? Kelihatannya serius banget?” sapa Dinda berdiri di dekatnya.
“ya gak apa-apa telat bentar ini. Gue emang mau ngomong serius bahkan lebih dari serius” ucap Fattan sedikit bergurau.
“ya udah ngomong aja gue dengerin kok” balas dinda jadi penasaran.
Spontan Fattan memegang tangan Dinda, Dia mulai mengatur nafas untuk memulai pembicaraannya.
“Din… gue mungkin salah memiliki rasa ini dan gue bukanlah sosok sempurna seperti yang Lu inginkan tapi rasa ini bila dipendam semakin menyiksa diri. Hari ini disini gue mau jujur tentang perasaan ini. Lu, mau nggak jadi penguasa hati gue sekaligus pacar pertama?” ungkap Fattan penuh kesungguhan dan harap cintanya bisa terbalas.
“Tan… cinta itu terlahir untuk siapa saja tanpa kecuali. Cinta mengalir tanpa kita duga. Jujur selama ini gue juga memendam rasa yang sama buat Lu. gue juga ingin Lu jadi pacar pertamaku” ungkap dinda berseri-seri.
Sejak saat itu, Fattan dan Dinda resmi berpacaran namun hubungan mereka berjalan rahasia (back Street) tanpa ada satu pun orangtua mereka tahu.
Hari terus berganti, kisah demi kisah terangkai mengisi perjalanan cinta mereka. Hubungan cinta mereka telah berjalan 8 bulan sampai akhirnya mereka naik kelas 3 SMA.
Kelas 3 SMA, masa yang perlu kekonsentrasian menuju Ujian Nasional dan di masa inilah cinta Fattan mendapat badai dari orang ke tiga serta ke dua orangtua Dinda. Pertemuan Dinda dengan siswa baru yang bernama Bagus yang ternyata teman SMP-nya membuat kisah cintanya dengan Fattan di ambang pintu kehancuran.
Bagus siswa baru yang ternyata menyimpan perasaan pada Dinda mencoba menghancurkan hubungan cintanya dengan Fattan. Bagus merasa dirinya lebih pantas menjadi pacar Dinda dibandingkan Fattan.
Sepulang sekolah ketika Fattan dan Dinda sedang asyik mengobrol tiba-tiba Bagus menghampiri mereka.
“kelihatannya lagi asyik nih. Kenalin nama gue bagus anak kelas 3 IPS 2, gue temen SMP Dinda. Kebetulan rumah gue ama Dinda berdekatan. Kalau gue boleh tahu Lu siapanya Dinda?” seraya mengulurkan tangan.
“gue Fattan pacarnya Dinda” menyambut uluran tangan Bagus.
“oh… Lu cowoknya Dinda.” Jawab Bagus ketus. Rasanya tak percaya Dinda bisa jatuh hati pada cowok yang tak sederajat dengannya.
Mendengar itu, hati Bagus seperti tercabik-cabik, sirna sudah harapan bisa bersama Dinda sosok yang sejak dulu Dia impikan. Merasa tak bisa menerima kenyataan Bagus meninggalkan Dinda dan Fattan.
Di rumah, Bagus memutar otaknya mencari jalan untuk memisahkan Dinda dengan Fattan. Tanpa disangka terbersit ucapan Om Hendra ayah Dinda yang mengatakan anaknya belum memiliki pacar, Bagus berpikir kalau hubungan Dinda dan Fattan berjalan backstreet dan berencana membongkar itu semua.
Sore itu, Bagus menemui Ayah Dinda di rumahnya. Kebetulan sore itu Dinda belum pulang sekolah. Kesempatan ini tak disia-siakan Bagus untuk membongkar hubungan Dinda dan Fattan dengan harapan cintanya bisa terbalas.
“selamat sore om, maaf ganggu waktu om” sapa Bagus dengan sopan.
“santai saja Gus, kebetulan om juga nggak sibuk. Oh ya, ada apa? Mau mencari Dinda ya?” jawab Om Hendra seraya meledek Bagus
“om ini bisa saja, saya tidak mencari Dinda Om, tapi saya mau bercerita sesuatu yang pasti om kaget mendengarnya”
“sesuatu? Apa maksudmu Gus?” bertanya-tanya.
“begini om, om pasti belum tahu kalau anak om yang bernama Dinda sudah memikili pacar”
“pacar? Ah.. kamu pasti bercanda Gus. Kalau kamu memang benar, sejak kapan Dinda berpacaran dan siapa pacarnya?”
“sampai detik ini sudah 10 bulan lah om, pacarnya bernama Fattan, dia tergolong siswa dari golongan bawah di sekolah kami” cerita Bagus dengan penuh antusias.
“apa? Dinda pacaran? Berani sekali Dia membohongi ayahnya sendiri.” Kata Om Hendra kesal mendengarnya.
Om Hendra merasa tak percaya kalau anak kesayangannya tega membohonginya. Melihat ekspresi Om Hendra, Bagus merasa puas Dia pamit pulang karena takut Dinda mengetahui aksinya.
Malam itu ketika semua anggota keluarga berkumpul di ruang tengah, Om Hendra memulai pembicaraannya. Dia mengutarakan rasa kecewanya pada Dinda dan meminta Dinda untuk menyudahi hubungannya dengan Fattan jika tidak Dia akan dipindah sekolah.
Keesokan harinya, Dinda mengajak Fattan ke taman sekolah disana Dia menceritakan semua perkataan ayahnya. Teriris hati rasanya mendengar itu semua. Sambil mengusap air matanya, Fattan mencoba menegarkan hatinya.
“sudah, mungkin apa yang dibilang ayahmu memang benar. Kita masih muda cinta kita mereka pandang cinta monyet dan status sosial kita jauh berbeda, mungkin ayahmu ingin yang terbaik untukmu. Aku bisa terima itu” kata Fattan menegarkan hati yang mulai teriris perih.
“lalu kamu memilih untuk menyudahi ini semua? Semudah itukah Tan? Apa kamu tak berfikir untuk memperjuangkan cinta kita?” balas Dinda kecewa dengan perkataan Fattan yang seolah-olah tak memperdulikannya.
“takkan mudah melupakan apa yang sudah kita lalui. Tapi mungkinkah ayahmu mau menerima keadaanku?” ucap Fattan pasrah, ekspresinya berubah dingin.
“apa salahnya kamu mencoba bicara baik-baik dengan ayahku meski akhirnya tak seperti yang kita inginkan” kata Dinda mendesak Fattan yang terlihat pasrah menerima semua ini.
“oke kalo itu mau kamu, aku akan coba lakuin itu.” balas Fattan menenangkan hati Dinda.
Sepulang sekolah, Fattan memberanikan diri mengunjungi rumah Dinda, Dia bermaksud menemui Ayah Dinda untuk mengatakan yang sebenarnya terjadi. Sesampainya disana Fattan tidak mendapat perlakuan yang menyenangkan dari Om Hendra.
Pembicaraannya dengan Om Hendra tak membuahkan hasil yang baik, Om Hendra tetap teguh pada pendiriaannya dan meminta Fattan tidak melanjutkan hubungannya, alasannya memang bukan materi tapi usia mereka yang belum sepantasnya berpacaran. Entah apa maksud yang disembunyikan Om Hendra mungkin ini cara yang halus untuk meminta Fattan putus dengan anaknya.
Singkat cerita, keesokan harinya Fattan menemui Dinda di taman kota, mereka sudah berjanji akan bertemu disana. Perasaan Fattan menjadi biru waktu itu, Dia tak menyangka cinta pertamanya akan kandas seperti ini.
Di bangku taman, Fattan dan Dinda saling berhadapan dengan perasaan sedih dan tak menentu bercampur menjadi satu. Setelah menarik nafas panjang Fattan memulai pembicaraannya.
“Din… apa yang dikatakan ayahmu benar, kita masih muda mungkin belum saatnya kita menjalin cinta yang sebenarnya apalagi kita sudah beranjak kelas 3, kita harus mementingkan sekolah. Mungkin hubungan kita memang harus diakhiri tapi yakinlah jika kita memang berjodoh tentu kita akan dipertemukan kembali di lain hari nanti” ucap Fattan merendah seraya menatap tajam Dinda yang tak kuasa menahan air matanya.
“Tan… memang masa depan kita masih panjang tak mungkin kita hancurkan masa depan itu dengan masalah yang mungkin bisa menggangu kita di sekolah. Meski sebenarnya aku belum bisa menerima kenyataan ini, tapi aku juga nggak mau jadi anak durhaka, aku terima keputusanmu tuk mengakhiri hubungan ini. Mungkin suatu hari nanti kita bisa bersatu kembali” jawab Dinda terisak-isak menahan pilu.
Setelah peristiwa itu, hubungan Fattan dan Dinda hanya sebatas teman biasa. Mereka tak menyimpan rasa sedih yang berkepanjangan dan menjalani hari-hari mereka seperti biasa. Usaha Bagus untuk mengambil hati Dinda pun sia-sia karena Dia telah menutup pintu hatinya.
Suatu pagi, saat Bagus dan Dinda berangkat bersama ke sekolah. Bagus mencoba-coba mencari jalan untuk mengambil hati Dinda.
“Din… Lu nggak ada niat cari cowok baru lagi? Lagian mau sampe kapan Lu menjomblo? Gue juga mau jadi pengganti Fattan di hati Lu kok” rayu Bagus dengan lemah lembut.
“nggak ah, Gus. Gue mau konsen ke ujian aja, gue juga belum ada niat cari cowok baru, makasih buat tawaran Lu, tapi gue belum tertarik” pergi meninggalkan Bagus.
“ah.. sial. kenapa sih Lu nggak pernah bisa lupain Fattan? Apa coba yang menarik dari Dia” gerutu Bagus sendiri dengan rasa kecewa mendengar jawaban Dinda yang menolaknya.
Sejak saat itu pula Dinda maupun Fattan tak terlihat memiliki pasangan, mereka menjomblo hingga lulus SMA. Dalam hati mereka masih menyimpan rasa yang dulu pernah ada serta harapan bisa bersama lagi di lain hari.
Labels:
Cerpen Cinta
Thanks for reading Cinta Pertama. Please share...!