Cerpen Karangan: Sylva Safira
Mulai dari pukul 19.00 sampai 23.00 aku melepas rindu bersamanya. Aku tau dia bukan kekasihku. Aku sadar dia adalah milik sahabatku. Aku tak berarti apa-apa di matanya. Aku bukan siapa-siapa. Aku juga tak ada ikatan apapun dengannya. Hanya sebatas teman, Ya, hanya teman tak lebih dari itu. namun entah mengapa ada rasa yang tak biasa. Yang kuyakini yaitu rasa C.I.N.T.A. Oh, tidak! mengapa ini semua harusterjadi? dia sudah ada yang punya, aku tak boleh mencintainya. Haruskah rasa ini pupus begitu saja? “TIDAK! selagi ada kesempatan, mengapa aku tidak mencoba?” itulah kalimat yang muncul di benakku.
Tepat jam 7 malam, 1 pesan baru masuk di inboxku. Ternyata SMS darinya, Dion. seorang laki-laki yang tak setampan Romeo, yang kurasa status sosialnya juga biasa saja. Tapi dialah sosok yang bisa menghujam jantungku.
“chesyL…!! Selamat malam”
Salam pembuka percakapan untuk edisi malam ini bersamanya sekaligus juga sebagai pembuka hatiku. Mungkin kalian semua menganggapku berlebihan atau lebay. Ini semua karena aku sangat mencintainya dan berharap ingin memilikinya.
Hmm, aku membalas SMS-nya dan melanjutkan obrolan seperti sediakala. Dan berlanjut, berlanjut. Kini tema pembicaraan sudah berubah. Dia tiba-tiba mengatakan kepadaku bahwa dia sudah 1 bulan belakangan ini lost contact dengan Diva, kekasihnya. Hatiku berasa dingin. Aku rasanya senang, gembira, bahagia namun aku juga merasa iba kepada Dion.
“aku pengen bubaran sama Diva… Tapi aku takut kalau dia nanti marah, sekarang ini aku lagi suka sama seorang cewek, yaitu kamu, syL”
Alhamdulillah, juga Astagfirullah. Alhamdulillah karena Dion bisa mencintaiku. Astagfirullah karena ini adalah cinta yang terlarang. Aku tak ingin Diva, sahabatku mengerti tentang hal ini. Bisa berantakan jadinya.
Kali ini aku tak membalas SMSnya. Aku tak tau harus berkata apa.
1 setengah jam berlalu. Kini tepat jam setengah 9 malam. 1 pesan baru menghampiri inboxku (lagi). Yah, pengirimnya pun tetap sama, Dion.
“Seandainya kalau aku udah putus sama Diva… Kamu mau nggak jadian sama aku?”
Tanganku tiba-tiba saja dingin, seperti membeku. Bergetar hatiku. Mataku terpukau pada 1 tatapan yang tertuju pada layar handphone BlackBerry Curve Purple 8520, yap betul sekali, itulah hape yang selama ini menjadi perantara senandung rinduku dengan Dion.
Aku membalas SMSnya dengan kalimat yang lugas dan menekan bahwa dia tak boleh berkata seperti itu kepadaku. Aku mengingatkan kepadanya bahwa dia masih punya Diva. Aku tak bilang aku suka padanya tapi memang aku punya rasa itu. AKU CINTA DION. Kalimat itulah yang terukir dalam hatiku.
Esoknya, baru saja aku menginjakkan kakiku di tanah sekolah, tepatnya di kantin. Sesendok sambal pedas sudah menyambar mukaku. Mukaku merah, perih juga iya. Ternyata Elha, teman sepermainan Diva. Diva orang yang lembut dan kalem tapi dia punya banyak teman yang menurutku paling GANAS di sekolah. Aku tak takut, aku juga tak marah tapi aku sakit. Mereka salah paham dengan semuanya. Sudah kujelaskan 6 mata, aku, Diva dan Dion. Panjang lebar ku lontarkan penjelasannya tapi Dion sungguh tak mau disalahkan. Dia memutar balikkan fakta kepada Diva. Dia bilang aku yang menyatakan perasaanku dulu pada Dion. Itu salah, salah besar. Dion terus saja mengelak, merasa dirinya benar. Selang waktu yang tidak lama aku pulang dengan meneteskan air mata di pipiku yang masih kelihatan merah karena tumpahan sambal dari Elha.
Ternyata pulang pun masih ada hal yang harus ku derita. Ban sepeda fiksi warna ungu kesukaanku bocor.
Siapa yang melakukan hal ini? aku tak ingin berprasangka buruk terhadap teman-teman Diva meskipun itu semua perbuatan mereka. Hmm terpaksa aku pulang dengan menuntun sepeda. Panas, terik matahari semakin membuat mukaku merah. Tak hanya muka yang panas tapi hatiku pun juga panas.
Sepanjang jalan air mataku terus mengalir. Setega itukah mereka semua, hanya karena salah paham aku dihindari. Sahabat-sahabatku pun ikut pergi. Sherin, Yustisia, Manda mereka mungkin malu punya teman sepertiku. Dimana mereka saat aku butuh?
Sebulan sudah hidupku tak tenang. Aku plesir ke pantai Kuta, Bali untuk melaksanakan tugasku dalam rangka pelepasan jabatan Ketua OSIS. Lepaslah sudah nama terkenalku. Aku rasa plesirku ini bisa mengobati luka hatiku. Ternyata benar seorang laki-laki yang menurutku lebih baik dan lebih tampan dari Dion, Rafael namanya. Dia selalu memberi semangat dalam hidupku. Senyum, tiap hari kurasakan dengannya.
Kebahagiaan itu datang setelah kita menerima ketidak bahagiaan itu sendiri.
Cinta yang tak sampai adalah cinta yang mulia dan tak akan hilang sampai akhir zaman. Janganlah berduka kala cintamu tak sampai, karena itu adalah awal dari cinta sejati.
Cinta bukan untuk dipaksakan. Cintai yang mencintaimu. Hati hanya akan selalu menerima cinta yang murni. Maka lemparkanlah cinta butamu.
Labels:
Cerpen Cinta
Thanks for reading Saat Cinta Tak Terbalas . Please share...!